Syahdan, raja Dwarawati sri Kresna, menerima kedatangan kakandanya ialah prabu Mandura, raja Dwarawati segera membuka pembicaraan, berkisar perihal lolosnya ipar raja, raden janaka. Demikian pula, prabu Dwarawati melaporkan, bahwasanya raden arya jayadrata melamar Dewi Subadra. Setelah prabu Baladewa menerima laporan, bahwasanya raden arya jayadrata melamar Dewi subadra. Setelah prabu Baladewa menerima laporan, bahwasanyaksatriya banakeling raden arya Jayadrata mengajukan lamara, disetujuinya. Perihal persyaratannya, bahwasanya Subadra meminta kelengkapan perkimpoian sebagai upeti, ialah diwujudkannya burung (peski) Anjaliretna, beserta pengiring temanten (patah) nya harus ksatria yang rupawan, disanggupi akan disampaikan kepada ksatriya Banakeling.
Sri baladewa segera mengundurkan diri, akan menyampaikannya kepada raden arya jayadrata yang sedang menunggu jawaban di pasanggrahan. Sri Kresna segera memerintahkan kepada para narapraja yang menghadap, untuk segera membubarkan diri. Raja menuju ke dalam kraton bertemu dengan permaisuri-permaisurinya, ialah Dewi Jembawati, Dewi Rukmini dan Dewi setyaboma. Kepada permaisuri, telah diuraikan perihal putusan raja, terhadap lamaran raden arya Jayadrata, mereka menyetujui akan maksud kehendak raja.
Terlihatlah di paseban luar, sri Baladewa dihadap segenap wadyabala ialah putra mahkota raden Wisata, raden arya Samba, Setyaki, patih Udawa, patih Pragota dan patih Prabawa. Kepada raden Wisata, prabu baladewa memerintahkannya untuk menyampaikan segala pesan persyaratan kelengkapan perkimpoiannya dengan Dewi Subadra, kepada ksatriya Banakeling, pamandanya raden arya Jayadrata. Sri Baladewa segera menuju ke pesanggrahannya, yang bernama randugumbala. Berangkatlah raden arya Wisata menunaikan tugasnya, menyampaikan pesan ke Mandura, ke Banakeling diikuti wadyabala mandura.
Konon, raja Widarba prabu Citragada, mempunyai seorang putri bernama Dewi Kumalarini. Pada suatu ketika , burung kesayangannya hilang tak berbekas. Raja Citradenta yang pada waktu itu sedang mengadakan pasewakan, membicarakannya dengan patih Dendabahu, bahwasanya laporan permaisuri raja bernama dewi hagnyarini, mengatakan burung Anjaliretna milik putrinyaDewi Kumalarini hilang. Raja juga menegaskan, bahwasanya tersiar berita, burung itu sekarang berada ditelatah kerajaan Banakeling. Prabu Citradenta segera memerintahkan kepada wadyayaksanya, bernama kalagodaka dan Kalakutila, untuk segera berangkat ke wilayah Banakeling, mencari jejak dan menemukan kembali, burung Anjaliretna yang dapat bertingkah selayaknya manusia. Bearngkatlah wadyabala Widarba, dengan pimpinan ditya Kalagodaka, dan Kalakutila beserta pandu jalannya Kyai Togog dan Kyai Sarawita. Di pertengahan perjalanan, mereka berjumpa dengan wadyabala Mandura, sehingga terjadi perselisihan , dan peperangan. Kedua-duanya berusaha tidak melibatkan terlalu lama dan jauh dalam peperangannya, sehingga mereka pun berusaha untuk melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Raden Jayadrata, ksatriya Banakeling sedang mengadakan pasewakan, dihadap oleh patih Atmagatra, dan Atmasubala, Abirawa. Sedang mereka berbincnag-bincang, masuklah raden Wisata menemui pamandanya raden Arya Jayadrata, menyampaikan pesan Baladewa, bahwasanya perihal maksud perkimpoianya Jayadrata dengan Dewi Subadra, dipersyaratkan adanya kelengkapan perkimpoian, ialah adanya burung Anjaliretna yang dapat bertingkah laku selayaknya manusia, beserta patah ksatriya rupawan. Setelah laporan diterima, raden Wisata segera mengundurkan diri, raden jayadrata memerintahkan kepada wadyabalanya untuk mempersiapkan patyah ksatria yang rupawan, sebab burung Anjaliretna telah dimiliki raden Jayadrata. Mereka segera mengundurkan diri untuk melaksanakan tugas.
Patih Atmagatra sebelum menunaikan tugasnya, kembali terlebih dahulu ke kepatihan, menemui istrinya Dewi Diwati. Kepada sang Dewi, patih Atmagatra berkata, raja sedang mencari kelengkapan persyaratan perkimpoianya dengan Dewi Subadra seorang patah ksatriya yang rupawan. Putra patih Atmagatra, terkenal sangat rupawan, apalagi ksatria, bernama raden Nilawarna, itulah yang ditakutkan, jangan-jangan raden jayadrata, memaksanya menyerahkan Raden Nilawarna, bagi kelengkapan perkimpoiannya nanti, untuk itu kepada Dewi Retna Diwati, diperintahkan untuk mengamankan menyembunyikan raden Nilawarna, datanglah dsang dewi Retna Diwati menemui putranya, segala maksud patih Atmagatra dijelaskan, raden Nilawarna menyadari akan maksud ibunya, segera pamit untuk menyembunyikan diri, lajulah raden Nilawarna menuju ke hutan, diiringi oleh para panakawannya, Kyai Semar, nalagareng dan Petruk.
Di tengah hutan, raden Nilawarna bertemu denga wadyabala yaksa dari Widarba, terjadilah peperangan, yaksa dapat dimatikan. Kyai Togog dan sarawita dapat menyelamatkan diri, segera meninggalkan hutan, untuk segera melapor kepada raja Citradenta. Selagi melangkah maju , bertemu pula raden Nilawarna, dengan wadyabala dari banakeling, yang dipimpin oleh raden Abirawa dan raden Atmasubala. Kepada raden Nilawarna, mereka mengajukan usul, apakah bersedia dijadikan patah temanten lelaki, ditolaknya. Peperangan terjadi, wadya Banakeling dapat diundurkan, dengan kata-kata yang tegas dan menantang, raden Nilawarna memberitakan, bahwasanya dia adalah putranya patih Banakeling, ialah raden Atmagatra. Terperanjatlah mereka, segera mengundurkan diri, untuk melapor kepada raden Jayadrata. Adapun raden Nilawarna, meneruskan perjalanannya menuju kerajaan Widarba.
Raden Arya Jayadrata, menerima laporan dari raden Abirawa dan Atmasubala, bahwasanya gagal mereka menunaikan tugas mencari patah ksatria yang rupawan. Dilaporkannya , ditengah hutan bertemu dengan ksatria rupawan, karena perselisihan pendapat terjadi peperangan, malahan ksatria tersebut menantangnya, dan menyatakan dirinya sebagai raden Nilawarna, putra patih Banakeling, Atmagatra. Raden arya Jayadrata sangat marah mendengarnya, patih Atmagatra setelah dihajar, bersama istrinya diusir dari kerajaan Banakeling.
Raja Widarba, prabu Citradenta menerima laporan Kyai Togog dan sarawita, bahwasanya wadyabala Widarba yang ditugaskan pergi melacak ke Banakeling, ditengah hutan diganggu, dan dibunuh oleh ksatria bernama Nilawarna. Prabu Citradenta sangat murka, segenap wadyabala diperintahkan berangkat menuju ke Banakeling.
Manakala prabu Citradenta mengerahkan wadyabala pergi ke Banakeling, raden Nilawarna yang mengubah dirinay sebagai abdi kinasih raja, berdatang sembah ke permaisuri prabu Citradenta, ialah deri Retna Hagnyarini, bahwasanya sang puteri bersama puteri Dewi Kumalarini, dipersilakan datang ke Banakeling, sebab peksi (burung) Anjaliretna, telah ditemukan kembali. Berangkatlah mereka bersama-sama diiringkan raden Nilawarn, yang bersandi sebagai abdi kinasih, ke Banakeling, dengan perasaan sukacita.
Raden Jayadrata sangat sedih hatinya , mengingat hanya satu persyaratan lagi yang belum dipenuhinya, ialah patah ksatria rupawan. Manakala sedang merenung- renung , wadyabala ;lapor, bahwasanya musuh dari kerajaan Widarba , dengan rajanya Prabu Cittadenta datang menyerang. Raden Jayadrata beserta wadyabala menyongsong kedatangan musuh dari kerajaan Widarba, banyak sudah wadyabala Banakeling dipukul mundur, raden Jayadrata maju, bertempur melawan prabu Citradenta, kalah jua. Patih Atmagatra yang mengetahui bahwasanya rajanya kalah perang, berusaha menolongnya, tetapi dapat pula dikatakan oleh prabu Citradenta. Kedua-duanya melarikan diri, mencari keselamatan. Konon, Dewi Hagnyanawati telah bersiap-siap dengan putranya raden Atmabala, beserta para punggawa untuk berangkat ke kerajaan Dwarawati. Demikian pula raden jayadrata berpasangan dengan Patih Atmagatra, beserta patahnya ialah raden Nilawarna, berangkat juga naikkereta, tak lupa Dewi Kumalarini dengan menggendong burung Anjaliretna, mengiringinya.
Raden Werkudara dari Pamenang, mendengar berita, bahwasanya raden Jayadrata telah diberangkatkan ke kerajaan Dwarawati dengan segala kelengkapannya persyaratan perkimpoiannya. Kepada putranya, yang bernama raden gatotkaca diperintahkan untuk segera pergi ke Dwarawati, melapor ke raja Dwarawati, bahwasanya ramandanya ialah raden Werkudara akan menghadap.
Di kerajaan Dwarawati, sri Kresna dihadap oleh putra mahkota raden arya Samba, Setyaki dan patih Udawa disamping datang pula prabu Baladewa, raja Mandura. Tal lama datanglah raden Werkudara, raden gatotkaca , kepada Si Kresna arya Werkudara meminta keterangan , kapan timbulnya Arjuna, dijawab hendaknya bersabar terlebih dahulu, tak lama lagi tentu akan timbul. Datanglah iring-irinagn temanten lelaki, ialah raden Arya Jayadrata beserta pengiring-pengiringnya. Setelah segala sesuatunya siap, raden arya Samba diperintahkan oleh sri Kresna untuk menerima penyerahan peksi (burung) Anjaliretna. Sri Baladewa, mempersilakan kepada sri Kresna, untuk segera mempertemukan temanten lelaki dengan temanten puteri , ialah Dewi Subadra. Arya Samba segera mengawal raden jayadrata ke ruangan yang telah dipersiapkan untuk upacara. Masuklah terlebih dahulu raden samba dengan membawa peksi Anjaliretna, segera diserahkan kepada Dewi Subadra. Setelah diterima mundurlah raden Samba, burung Anjaliretna ditangan Dewi Subadra, berubah menjadi raden Janaka. Pertemuan mereka sangat menyenangkan, masuklah raden Jayadrata untuk menemui Dewi Subadra, dicegah oleh raden gatotkaca, menyusulah raden Nilawarna. Raden Jayadrata dapat diundurkan, raden Nilawarna kalah perangnya dengan Gatotkaca, berubah menjadi raden Angkawijaya.
Raden Jayadrata, setelah kalah perangnya dengan gatotkaca, datang melapor ke kadipaten. Prabu Baladewa yang menerima laporannya sangat marah., segera keluar untuk mencari Gatotkaca, belum lagi ketemu yang dicarinya, raden arya Werkudara datang mengajak berkelahi. Sri Baladewa, kalah perangnya dengan Werkudara. Wadyabala juga tak dapat menang bertanding dengan Werkudara. Sri Kresna dengan dihadap oleh raden arya Werkudara, Janaka, gatotkaca, Angkawijaya, samba, setyaki patih Udawa dan segenap naraprajanya, merayakan kemenangan prajurit-prajurit Dwarawati. Seisi istana Dwarawati dan para kawulanya sungguh berbangga hati, bersyukur telah terhindar dari marabahaya peperangan.
Sumber : http://www.kaskus.co.id
Sri baladewa segera mengundurkan diri, akan menyampaikannya kepada raden arya jayadrata yang sedang menunggu jawaban di pasanggrahan. Sri Kresna segera memerintahkan kepada para narapraja yang menghadap, untuk segera membubarkan diri. Raja menuju ke dalam kraton bertemu dengan permaisuri-permaisurinya, ialah Dewi Jembawati, Dewi Rukmini dan Dewi setyaboma. Kepada permaisuri, telah diuraikan perihal putusan raja, terhadap lamaran raden arya Jayadrata, mereka menyetujui akan maksud kehendak raja.
Terlihatlah di paseban luar, sri Baladewa dihadap segenap wadyabala ialah putra mahkota raden Wisata, raden arya Samba, Setyaki, patih Udawa, patih Pragota dan patih Prabawa. Kepada raden Wisata, prabu baladewa memerintahkannya untuk menyampaikan segala pesan persyaratan kelengkapan perkimpoiannya dengan Dewi Subadra, kepada ksatriya Banakeling, pamandanya raden arya Jayadrata. Sri Baladewa segera menuju ke pesanggrahannya, yang bernama randugumbala. Berangkatlah raden arya Wisata menunaikan tugasnya, menyampaikan pesan ke Mandura, ke Banakeling diikuti wadyabala mandura.
Konon, raja Widarba prabu Citragada, mempunyai seorang putri bernama Dewi Kumalarini. Pada suatu ketika , burung kesayangannya hilang tak berbekas. Raja Citradenta yang pada waktu itu sedang mengadakan pasewakan, membicarakannya dengan patih Dendabahu, bahwasanya laporan permaisuri raja bernama dewi hagnyarini, mengatakan burung Anjaliretna milik putrinyaDewi Kumalarini hilang. Raja juga menegaskan, bahwasanya tersiar berita, burung itu sekarang berada ditelatah kerajaan Banakeling. Prabu Citradenta segera memerintahkan kepada wadyayaksanya, bernama kalagodaka dan Kalakutila, untuk segera berangkat ke wilayah Banakeling, mencari jejak dan menemukan kembali, burung Anjaliretna yang dapat bertingkah selayaknya manusia. Bearngkatlah wadyabala Widarba, dengan pimpinan ditya Kalagodaka, dan Kalakutila beserta pandu jalannya Kyai Togog dan Kyai Sarawita. Di pertengahan perjalanan, mereka berjumpa dengan wadyabala Mandura, sehingga terjadi perselisihan , dan peperangan. Kedua-duanya berusaha tidak melibatkan terlalu lama dan jauh dalam peperangannya, sehingga mereka pun berusaha untuk melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Raden Jayadrata, ksatriya Banakeling sedang mengadakan pasewakan, dihadap oleh patih Atmagatra, dan Atmasubala, Abirawa. Sedang mereka berbincnag-bincang, masuklah raden Wisata menemui pamandanya raden Arya Jayadrata, menyampaikan pesan Baladewa, bahwasanya perihal maksud perkimpoianya Jayadrata dengan Dewi Subadra, dipersyaratkan adanya kelengkapan perkimpoian, ialah adanya burung Anjaliretna yang dapat bertingkah laku selayaknya manusia, beserta patah ksatriya rupawan. Setelah laporan diterima, raden Wisata segera mengundurkan diri, raden jayadrata memerintahkan kepada wadyabalanya untuk mempersiapkan patyah ksatria yang rupawan, sebab burung Anjaliretna telah dimiliki raden Jayadrata. Mereka segera mengundurkan diri untuk melaksanakan tugas.
Patih Atmagatra sebelum menunaikan tugasnya, kembali terlebih dahulu ke kepatihan, menemui istrinya Dewi Diwati. Kepada sang Dewi, patih Atmagatra berkata, raja sedang mencari kelengkapan persyaratan perkimpoianya dengan Dewi Subadra seorang patah ksatriya yang rupawan. Putra patih Atmagatra, terkenal sangat rupawan, apalagi ksatria, bernama raden Nilawarna, itulah yang ditakutkan, jangan-jangan raden jayadrata, memaksanya menyerahkan Raden Nilawarna, bagi kelengkapan perkimpoiannya nanti, untuk itu kepada Dewi Retna Diwati, diperintahkan untuk mengamankan menyembunyikan raden Nilawarna, datanglah dsang dewi Retna Diwati menemui putranya, segala maksud patih Atmagatra dijelaskan, raden Nilawarna menyadari akan maksud ibunya, segera pamit untuk menyembunyikan diri, lajulah raden Nilawarna menuju ke hutan, diiringi oleh para panakawannya, Kyai Semar, nalagareng dan Petruk.
Di tengah hutan, raden Nilawarna bertemu denga wadyabala yaksa dari Widarba, terjadilah peperangan, yaksa dapat dimatikan. Kyai Togog dan sarawita dapat menyelamatkan diri, segera meninggalkan hutan, untuk segera melapor kepada raja Citradenta. Selagi melangkah maju , bertemu pula raden Nilawarna, dengan wadyabala dari banakeling, yang dipimpin oleh raden Abirawa dan raden Atmasubala. Kepada raden Nilawarna, mereka mengajukan usul, apakah bersedia dijadikan patah temanten lelaki, ditolaknya. Peperangan terjadi, wadya Banakeling dapat diundurkan, dengan kata-kata yang tegas dan menantang, raden Nilawarna memberitakan, bahwasanya dia adalah putranya patih Banakeling, ialah raden Atmagatra. Terperanjatlah mereka, segera mengundurkan diri, untuk melapor kepada raden Jayadrata. Adapun raden Nilawarna, meneruskan perjalanannya menuju kerajaan Widarba.
Raden Arya Jayadrata, menerima laporan dari raden Abirawa dan Atmasubala, bahwasanya gagal mereka menunaikan tugas mencari patah ksatria yang rupawan. Dilaporkannya , ditengah hutan bertemu dengan ksatria rupawan, karena perselisihan pendapat terjadi peperangan, malahan ksatria tersebut menantangnya, dan menyatakan dirinya sebagai raden Nilawarna, putra patih Banakeling, Atmagatra. Raden arya Jayadrata sangat marah mendengarnya, patih Atmagatra setelah dihajar, bersama istrinya diusir dari kerajaan Banakeling.
Raja Widarba, prabu Citradenta menerima laporan Kyai Togog dan sarawita, bahwasanya wadyabala Widarba yang ditugaskan pergi melacak ke Banakeling, ditengah hutan diganggu, dan dibunuh oleh ksatria bernama Nilawarna. Prabu Citradenta sangat murka, segenap wadyabala diperintahkan berangkat menuju ke Banakeling.
Manakala prabu Citradenta mengerahkan wadyabala pergi ke Banakeling, raden Nilawarna yang mengubah dirinay sebagai abdi kinasih raja, berdatang sembah ke permaisuri prabu Citradenta, ialah deri Retna Hagnyarini, bahwasanya sang puteri bersama puteri Dewi Kumalarini, dipersilakan datang ke Banakeling, sebab peksi (burung) Anjaliretna, telah ditemukan kembali. Berangkatlah mereka bersama-sama diiringkan raden Nilawarn, yang bersandi sebagai abdi kinasih, ke Banakeling, dengan perasaan sukacita.
Raden Jayadrata sangat sedih hatinya , mengingat hanya satu persyaratan lagi yang belum dipenuhinya, ialah patah ksatria rupawan. Manakala sedang merenung- renung , wadyabala ;lapor, bahwasanya musuh dari kerajaan Widarba , dengan rajanya Prabu Cittadenta datang menyerang. Raden Jayadrata beserta wadyabala menyongsong kedatangan musuh dari kerajaan Widarba, banyak sudah wadyabala Banakeling dipukul mundur, raden Jayadrata maju, bertempur melawan prabu Citradenta, kalah jua. Patih Atmagatra yang mengetahui bahwasanya rajanya kalah perang, berusaha menolongnya, tetapi dapat pula dikatakan oleh prabu Citradenta. Kedua-duanya melarikan diri, mencari keselamatan. Konon, Dewi Hagnyanawati telah bersiap-siap dengan putranya raden Atmabala, beserta para punggawa untuk berangkat ke kerajaan Dwarawati. Demikian pula raden jayadrata berpasangan dengan Patih Atmagatra, beserta patahnya ialah raden Nilawarna, berangkat juga naikkereta, tak lupa Dewi Kumalarini dengan menggendong burung Anjaliretna, mengiringinya.
Raden Werkudara dari Pamenang, mendengar berita, bahwasanya raden Jayadrata telah diberangkatkan ke kerajaan Dwarawati dengan segala kelengkapannya persyaratan perkimpoiannya. Kepada putranya, yang bernama raden gatotkaca diperintahkan untuk segera pergi ke Dwarawati, melapor ke raja Dwarawati, bahwasanya ramandanya ialah raden Werkudara akan menghadap.
Di kerajaan Dwarawati, sri Kresna dihadap oleh putra mahkota raden arya Samba, Setyaki dan patih Udawa disamping datang pula prabu Baladewa, raja Mandura. Tal lama datanglah raden Werkudara, raden gatotkaca , kepada Si Kresna arya Werkudara meminta keterangan , kapan timbulnya Arjuna, dijawab hendaknya bersabar terlebih dahulu, tak lama lagi tentu akan timbul. Datanglah iring-irinagn temanten lelaki, ialah raden Arya Jayadrata beserta pengiring-pengiringnya. Setelah segala sesuatunya siap, raden arya Samba diperintahkan oleh sri Kresna untuk menerima penyerahan peksi (burung) Anjaliretna. Sri Baladewa, mempersilakan kepada sri Kresna, untuk segera mempertemukan temanten lelaki dengan temanten puteri , ialah Dewi Subadra. Arya Samba segera mengawal raden jayadrata ke ruangan yang telah dipersiapkan untuk upacara. Masuklah terlebih dahulu raden samba dengan membawa peksi Anjaliretna, segera diserahkan kepada Dewi Subadra. Setelah diterima mundurlah raden Samba, burung Anjaliretna ditangan Dewi Subadra, berubah menjadi raden Janaka. Pertemuan mereka sangat menyenangkan, masuklah raden Jayadrata untuk menemui Dewi Subadra, dicegah oleh raden gatotkaca, menyusulah raden Nilawarna. Raden Jayadrata dapat diundurkan, raden Nilawarna kalah perangnya dengan Gatotkaca, berubah menjadi raden Angkawijaya.
Raden Jayadrata, setelah kalah perangnya dengan gatotkaca, datang melapor ke kadipaten. Prabu Baladewa yang menerima laporannya sangat marah., segera keluar untuk mencari Gatotkaca, belum lagi ketemu yang dicarinya, raden arya Werkudara datang mengajak berkelahi. Sri Baladewa, kalah perangnya dengan Werkudara. Wadyabala juga tak dapat menang bertanding dengan Werkudara. Sri Kresna dengan dihadap oleh raden arya Werkudara, Janaka, gatotkaca, Angkawijaya, samba, setyaki patih Udawa dan segenap naraprajanya, merayakan kemenangan prajurit-prajurit Dwarawati. Seisi istana Dwarawati dan para kawulanya sungguh berbangga hati, bersyukur telah terhindar dari marabahaya peperangan.
Sumber : http://www.kaskus.co.id